Sejarah dan Filsafat Plato


SEJARAH & FILSAFAT PLATO
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar orang mengatakan bahwa filsafat itu sangat susah dan sulit, namun demikian orang-orang tersebut tidak menyadari bahwa keseharian mereka di isi dengan filsafat, atau bisa dikatakan mereka telah berfilsafat dalam kehidupannya. Pemikiran seperti ini didasari, karena pemahaman mereka tentang filsafat masih sangat sedikit dan bahkan belum tau tentang filsafat itu apa.
Orang-orang terdahulu hingga sekarang, yang mencintai filsafat atau para filosof mengartikan filsafat yaitu mencintai kebijaksanaan, sehingga ketika berfilsafat berarti mereka telah mencintai kebijaksanaan, namun bukan berarti merasa dirinya sudah benar. Cinta kebijaksaan berarti akan selalu mencari bagaimana mendapatkan kebijaksaan itu, karena hal yang kita cintai tentulah ada usaha untuk mendapatkan hal tersebut.
Sejarah tentang filsafat ini membawa kita untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang pemikiran-pemikiran para filosof terdahulu. Dengan hasrat ingin mengetahui pemikiran tersebut, membawa kita untuk lebih dalam lagi mengkaji tentang pemikiran filosof-filosof itu.
Perlunya mengkaji pemikiran tersebut adalah sebagai sarana untuk merangsang pikiran kita untuk bisa lebih berkembang lagi, dan lebih luas lagi. Dari sekian banyak pemikiran tersebut pemakalah akan mengangkat tentang pemikiran filosof Plato yakni tentang dunia ide. Pemikiran Plato ini sangat menarik untuk di bahas, karena sebagaimana kita ketahui bahwa Plato dikenal sebagai bapak Filsafat. Sehingga karena julukan tersebut sangat menarik, sehingga pemakalah dalam makalah ini akan lebih banyak membahas tentang filosof dan pemikirannya tersebut.
 Atas dasar pemikiran Plato inilah yang menjadi latar belakang pembuatan makalah ini, karena sangat menarik untuk dikaji apalagi dengan julukan dia sebagai bapak filsafat dan juga dikenal sebagai filosof pertama kali yang menuangkan pemikiran-pemikirannya dalam sebuah tulisan atau sebuah buku. Sejarah filosof dari thales sampai socrates belum pernah terdengar bahwa mereka menuangkan pemikiran mereka ke dalam sebuah tulisan, karena mereka lebih bersifat dialektika. Namun, setelah masuk zamannya Plato, kemudian pemikiran-pemikiran filsafat itu pun dibukukan, sehingga ada sebuah pedoman atau bahan untuk generasi berikutnya yang ingin mengkaji tentang pemikiran para filosof terdahulu. Di dalam makalah ini tentu akan lebih banyak kita temukan tentang Plato dan pemikirannya, karena yang menjadi titik acuan pemakalah adalah plato dan pemikirannya. Namun, walau pun sedikit menyinggung tentang pemikiran sebelum Plato diantaranya socrates yakni guru dari plato sendiri, dimana tolak acuan pemikiran dari plato adalah pemikiran gurunya sendiri walau pun terdapat juga sedikit perbedaan. Plato juga sedikit mengambil pemikiran dari filosof sebelum gurunya seperti heraclitus dan filosof-filosof yunani lainnya.
2.1 Sejarah tentang Plato
Plato dilahirkan sekitar tahun 428/427 SM di Athena. Dan meninggal di sana pada tahun 347 SM. Dalam usia 80 tahun. dia berasal dari keluarga bangsawan. Salon (abad ke-6 SM), sang pemberi hukum bagi Athena, adalah salah satu kakek dari sisi ibunya. Sementara dari pihak ayahnya, ia masih keturunan raja terkakhir Athena. Plato memiliki dua saudara ( Adimantes dan Glaukon ) serta satu saudari (Potone). Saat Plato lahir, Athena merupakan sebuah Kota yang paling berkuasa di Yunani dengan sistem demokrasi. Kekuatan militer dan maritimnya nomor satu, kultur intelektual dan artistiknya jauh mengatasi polis-polis lain di Yunani. Dia masih mudah ketika Athena kalah perang, dan dia menunjuk sistem demokrasi lah penyebab kekalahan itu.
Pelajaran yang diperolehnya dimasa kecilnya. Selain dari pelajaran umum, ialah menggambar dan melukis, belajar musik dan puisi. Ketika beranjak dewasa ia sudah pandai membuat karangan yang bersajak.
Pada masa anak-anaknya plato mendapat pendidikan dari guru-guru filosofi. pelajaran filosofi mula-mula diperolehnya dari Kratylos. Kratylos dahulunya adalah murid Herakleitos. Sejak berumur 20 tahun Plato mengikuti pelajaran Socrates. Pelajaran itulah yang memberi kepuasaan baginya. Pengaruh Socrates makin hari makin mendalam padanya. Ia menjadi murid socrates yang setia. Sampai pada akhir hidupnya socrates tetap menjadi pujaanya.
Plato mempunyai kedudukan yang istimewa sebagai seorang filosof. Ia pandai menyatukan puisi dan ilmu, seni dan filosofi. Pandangan yang dalam dan abstrak sekali pun dapat dilukiskannya dengan gaya bahasa yang indah. Tidak ada seorang filosof  sebelumnya yang dapat menandinginya dalam hal ini. Ketika socrates meninggal, ia sangat sedih dan menamakan dirinya seorang anak yang kehilangan bapak.  Tak lama sesudah socrates meninggal, Plato pergi dari Athena. Itulah permulaan ia mengembara dua belas tahun lamanya, dari tahun 399 SM-387 SM. Mula-mula ia pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filosofinya. Di ceritakan bahwa di Megara ia mengarang beberapa dialog, yang mengenai berbagai macam pengertian dalam masalah hidup, berdasarkan ajaran socrates.
Di Megara ia pergi ke Kyrena, di mana ia memperdalam pengetahuannya tentang matematik pada seorang guru yang bernama Theodoros. Di sana juga ia mengajarkan filosofi dan mengarang buku-buku. Plato juga sempat di penjara dan dijual sebagai budak. Tetapi nasib yang baik bagi Plato, di pasar budak ia dikenal oleh seorang bekas muridnya, Annikeris dan ditebusnya. Kemudian peristiwa itu diketahui oleh sahabat-sahabat dan pengikut-pengikut Plato di Athena. Mereka bersama-sama mengumpulkan uang untuk mengganti harga penebus yang dibayar oleh Annikeris. Tetapi dia menolak penggantian itu dengan berkata “Bukan tuan-tuan saja yang mempunyai hak untuk memelihara Plato.” Akhirnya uang yang terkumpul itu dipergunakan untuk membeli sebidang tanah yang kemudian diserahkan kepada Plato untuk dijadikan lingkungan sekolah tempat ia mengajarkan filosofinya. Tempat itu diberi nama “Akademia”. Di situlah Plato, sejak berumur 40 tahun, pada tahun 387 SM. Sampai meninggalnya dalam usia 80 tahun, mengajarkan filosofinya dan mengarang tulisan-tulisan yang tersohor sepanjang masa.
 2.2 Karya-karya Plato
Sepanjang sejarah, karya-karya Platon diedit dan disalin ulang. Meski tanpa mesin cetak, para penulis dengan tekun menyalin ulang teks-teks Platon. Dan berkat tradisi salinan tangan Bizantium kita dapat merasakan karya-karya Plato sampai saat ini. Berikut ini adalah karya-karya Platon yang oleh para ahli dianggap otentik:
  1. Masa Muda ( 399-390 SM)
Hippias meizon (minor) Ion, Laches, Xarmides, Protagoras, Euthypron, Hippias elatton ( mainor), Apologia Sokratous, Kriton.

  1. Masa Muda (399-390 SM)
Gorgias, Menon, Euthydemos, Lysis, menexenos, Kratylos.
Karya ini dibuat saat Akademia sudah berdiri. Disini masih ada pengaruh pemikiran sokratik, tetapi ide-ide Plato mulai keluar seperti pengetahuan lewat anamnesis dan pentingnya pengetahuan matematis.

  1. Dewasa ( 385-370 SM)
Phaidon, Symposion, Politeria, Phaidros, Republica
Phaidon membahas konsep jiwa dan kekekalannya, Symposion membahas eros, politeria beridealisasi tentang pembaharuan polis dan prinsip-prinsip kebaikan politik, sementara Phaidros berupa kritik atas retorika yang dihubungkan dengan teori tentang jiwa.

  1. Masa Tua (370-348 SM)
Theaitetos, Parmenides, Sophistes, Politikos,Timaios, Kritias, Philebos, Nomoi, Surat VII.
Theaitetos memberikan definisi pengetahuan serta mengkritik konsepsi pengetahuan dari Herakleitos dan Protagoras, Sophistes dan Parmenides membahas ontologi dan epistimologi khas Platonisian dalam debatnya dengan Eleatisme, Philebos bebicara tentang hidup yang baik, Timaios adalah fisikanya platon, dan Nomoi memberikan sistem Politik paling komplit yang pernah dibuat oleh seorang filsuf.


Ajaran Plato yakni teori tentang ide-ide, teori ini sebagian bersifat logis, sebagian lagi metafisis. Bagian logisnya berkaitan dengan makna kata-kata umum. Plato memberikan penjelasan yang jelas mengenai doktrin ide. Plato menjelaskan bahwa, jika ada sejumlah individu memiliki nama yang sama, mereka tentunya juga memiliki satu “ide” atau “forma” bersama. Sebagai contoh, meskipun terdapat banyak ranjang, sebetulnya hanya ada satu “ide”b atau “forma” ranjang.
Di sepanjang filsafat Plato terjadi perpaduan anatar intelek dan mistisisme sebagaimana terdapat dalam phytagoreasnisme, namun pada puncaknya jelas bahwa mistisisime lebih diutamakan.
Doktrin plato tentang ide-ide mengandung sekian masalah yang cukup jelas, namun dibalik doktrin itu pun menyumbangkan kemajuan penting dalam filsafat. Sebab ini teori pertama yang menekankan masalah tentang universal.
2.3 Gagasan Plato
A. Ajaran tentang ide          
Salah satu pemikiran Plato yang sangat fenomenal yakni ajaran tentang ide-ide. Ajaran tentang ide-ide ini merupakan inti dasar seluruh filsafat Plato. Namun, arti ide yang dimaksud oleh Plato berbeda dengan pengertian orang-orang moderen sekarang, yang hanya mengartikan bahwa kata ide adalah suatu gagasan atau tanggapan yang hanya terdapat dalam pemikiran saja. Sehingga orang-orang akan menganggap bahwa ide merupakan suaatu yang bersifat subjektif belaka. Plato mengartikan kata ide itu merupakan suatu yang objektif. Menurut Plato ada ide-ide yang terlepas dari subjek yang berpikir. Beliau mengatakan bahwa semua yang ada di entitas ini semuanya ada di alam ide tersebut,  yakni alam tersebut di analogikan seperti cetakan kue dan kue-kuenya itu adalah entitas-entitas ini.
            Menurut Plato ide-ide tidak bergantung pada pemikiran, sebaliknya pemikiran bergantung pada ide-ide. Justru karena ada ide-ide yang berdiri sendiri. Pemikiran kita dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain dari pada menaruh perhatian kepada ide-ide itu.
  1. Adanya ide-ide
Munculnya pemikiran Plato tentang ide-ide adalah terinspirasi dari gurunya yakni socrates. Dimana socrates dikisahkan bahwa beliau berusaha mencari defenisi-defenisi, ia tidak puas dengan menyebut satu persatu perbuatan-perbuatan yang adil atau tindakan-tindakan yang berani. Ia ingin menyatakan apa keadilan atau keberanian itu sendiri, atau bisa dikatakan bahwa socrates mencoba mencari hakikat atau esensi keadilan dan keutamaan-keutamaan lain tersebut. Karena pemikiran gurunya ini lah Plato kemudian meneruskan usaha gurunya tersebut lebih jauh lagi. Menurut dia esensi itu mempunyai realitas, terlepas dari segala perbuatan kongkret. Ide keadilan, ide keberanian dan ide-ide lain itu ada.[1]
Ada pun  asal usul yang lain tentang ajaran Plato tentang ide-ide ialah berkaitan dengan ilmu pasti.  Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu pasti sangat di utamakan dalam akademi Plato dan di bidang ini Plato terpengaruh oleh kaum Pythagorean. Menurut Plato ilmu pasti yang berbicara tentang segitiga, namun segitiga yang dimaksud itu bukan segitiga yang kongkret, melainkan segitiga yang ideal, maka Plato menarik kesimpulan bahwa segitiga itu memiliki realitas juga, biar pun tidak dapat ditangkap oleh indra. Tidak mungkin bahwa ilmu pasti membahas sesuatu yang tidak ada! Jadi, mesti terdapat suatu ide ”segitiga”. Segitiga yang digambarkan pada papan tulis hanya merupakan tiruan tak sempurna saja dari ide “segitiga”.
Namun contoh lain yang sama dengan konsep pada segitiga tersebut, seperti ” kata bagus”, begitu banyak yang boleh dikatakan bagus : kain bagus, patung bagus, rumah bagus, dan lain sebagainya. Sehelai kain tidak disebut bagus karena itu kain, sebab terdapat juga kain yang jelek. Yang menyebabkan kain itu disebut bagus ialah ide tentang bagus itu. Selain kain tersebut masih banyak yang bisa dikatakan bagus, karena ide tentang bagus merupakan bagus itu sendiri secara sempurna, tidak tercampur dengan yang lain. Plato menyebut ini dengan kata-kata yunani yaitu idea serta eidos dan juga kata morphe yang berarti bentuk.
  1. Dua dunia
Menurut Plato realitas itu terbagi menjadi dua atau dunia menjadi dua yakni:  
  1. Dunia indrawi
Realitas yang pertama ini yakni adalah yang mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada panca indra, atau bisa dikatakan relaitas yang pertama yang dimaksud Plato adalah sesuatu yang dapat dijangkau oleh indra seperti bunga, pohon dan lain-lain. Pada taraf ini harus diakui bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan. Bunga yang kini bagus keesokan harinya sudah layu, lagi pula dunia indrawi ditandai oleh pluralitas. Sehingga bunga tadi, masih ada banyak hal yang bagus juga.
  1. Dunia ide
Disamping ada dunia indrawi yang senantiasa berubah, menurut Plato ada juga sebuah dunia yang tidak pernah berubah yakni disebut dunia ideal atau dunia yang terdiri atas ide. Dalam dunia ideal tidak sama sekali yang pernah berubah. Semua ide bersifat abadi dan tak terubahkan. Dalam dunia ideal tidak ada banyak hal yang bagus karena hanya terdapat satu ide “ yang bagus”. Demikian pula dengan ide-ide yang lain yang bersifat abadi dan sempurna.
Namun, ketika Plato mengatakan bahwa dunia itu ada yakni dunia indrawi dan dunia ideal, kemudian apa keterkaitan antara kedua dengan dunia ini tersebut? Ide-ide sama sekali tidak di pengaruhi oleh benda-benda jasmani. Lingkaran yang digambarkan pada papan tulis lalu di hapus lagi, sama sekali tidak mempengaruhi ide “lingkaran”. Tetapi Ide-ide mendasari dan menyebabkan benda-benda jasmani.
Hubungan antara ide-ide dan realitas jasmani bersifat seperti yang ada di atas, sehingga benda-benda jasmani tidak bisa tanpa pendasaran oleh Ide-ide itu. Plato mengungkapkan hubungan itu dengan tiga cara:[2]
  1.    Pertama-tama ia mengatakan bahwa Ide itu hadir dalam benda-benda konkret. Tetapi dengan  ide itu sendiri tidak dikurangi sedikit pun juga.
  2. Dengan cara lain, ia mengatakan bahwa benda kongkret mengambil bagian ide. Dengan demikian Plato mengintroduksikan “partisipasi” (metexis) ke dalam filsafat. Tiap-tiap benda jasmani berpartisipasi pada satu atau beberapa ide. Kalau kita mengambil sebagai contoh: satu bunga bagus, maka bunga itu mengambil bagian dalam ide “bunga”,”bagus” dan “satu”. Tetapi, partisipasi itu tidak mengurangi ide bersangkutan.
  3. Plato mengatakan juga bahwa ide merupakan model atau contoh (paradigma) bagi benda-benda konkrit. Benda-benda konkrit itu merupakan gambaran tak sempurna yang menyerupai model tersebut.
            Menurut Plato seperti yang di atas bahwa hubungan antara kedua dunia itu adalah demikian seperti yang diatas, yakni bahwa ide-ide dari dunia ide itu hadir dalam benda yang kongkrit, contohnya ide manusia berada pada tiap manusia dan sebagainya, dan sebaliknya benda-benda itu berpartisipasi dengan idea-ideanya, artinya mengambil bagian ide-ideanya, bukan hanya dalam satu idea saja, melainkan dapat juga lebih (umpamanya: bunga bagus, berpartisipasi dengan idea bunga dan idea bagus). Dengan demikian idea-idea itu berfungsi sebagai model atau contoh benda-benda yang kita amati di dalam dunia ini.
            Menurut Plato di dalam dunia ide tiada kejamakan, yakni berarti bahwa “ yang baik” hanya lah satu saja, dan seterusnya, sehingga tiada bermacam-macam “ yang baik”. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa dunia ide ini hanya terdapat satu ide saja. Ada banyak ide. Oleh karena itu, dilihat dari segi lain harus juga di katakan bahwa ada kejamakan, ada bermacam-macam ide seperi ide manusia, binatang, dan lain-lainnya. Idea yang dihubung-hubungkan dengan idea yang lain contohnya ide bunga yang dikaitkan dengan ide bagus, idea api dihubungkan dengan ide panas, dan sebagainya. Hubungan antara kedua ini disebut koinonia ( persekutuan). Di dalam dunia ide itu juga ada hirarki, contohnya ide anjing termasuk ide binatang menyusui, termasuk ide binatang, termasuk ide makhluk, dan seterusnya. Segala ide itu jikalau disusun secara hirarkis memiliki ide “yang baik” sebagai puncaknya yang menyinari segala ide. Plato sangat menganjurkan untuk tidak menganggap dunia sebagai jahat. Dunia justru harus di atur oleh manusia.  
            Salah satu dasar dari munculnya dua dunia menurut Plato ini adalah untuk mencoba menyatukan pemikiran dua filosof sebelumnya yakni heraklitus, yang meyakini tentang pergerakan atau perubahan dan menolak tentang pemberhentian atau meyakini realitas itu senantiasa berubah, sedangkan permenides meyakini bahwa tentang pemberhentian dan menolak segala gagasan tentang gerak atau meyakini suatu kesatuan yang tidak dibeda-bedakan. Kemudian Plato mencoba menggabungkannya dengan menganalisis bahwa ada sesuatu yang senantiasa berubah, namun ada juga sesuatu yang bersifat tetap tidak berubah dan kekal. Sehingga munculnya pemikirannya yaitu dua dunia, yakni dunia pertama itu adalah dunia yang senantiasa terdapat perubahan, dimana tidak sesuatu yang sempurna, dunia yang dapat diamati dan dapat diindra, dan dunia yang kedua disebut dunia ide, dimana tidak ada perubahan, tiada kejamakan, dan bersifat kekal.
B. Ajaran tentang Jiwa
Plato menganggap jiwa sebagai pusat atau inti sari keperibadian manusia. Dalam anggapannya tentang jiwa, Plato tidak saja dipengaruhi oleh socrates, tetapi juga oleh orfisme dan madzhab Pythagorean. Dengn mempergunkan semua unsur itu, plato menciptakan suatu ajaran tentang jiwa yang berhubungan erat dengan pendiriannya mengenai ide-ide.
  1. Kebakaan jiwa
Plato meyakini dengan teguh bahwa jiwa manusia bersifat baka. Keyakinan ini bersangkut paut dengan ajarannya tentang ide-ide. Dalam dialog-dialognya plato sering kali merumuskan argumen-argumen yang mendukung pendapat-pendapatnya tentang kebakaan jiwa. Salah satu argumennya adalah kesamaan  yang terdapat antara jiwa dan ide-ide.
Dalam dialog Phaidros terdapat argumen lain yang bermaksud membuktikn kebakaan jiwa. Disini Plato menganggap jiwa sebagai prinsip yang menggerakkan dirinya sendiri dan oleh karenya juga dapat menggerakan badan. Plato tidak menjelaskan secara detail mengenai kebakaan jiwa. Dia hanya memberikan mitos yang melukiskan nasib jiwa sesudah kematian badan.
  1. Mengenal sama dengan mengingat
Bagi Plato jiwa itu bukan saja bersifat baka, dalam artian bahwa jiwa tidak akan mati pada saat kematian badan, melainkan juga kekal, karena sudah ada sebelum hidup di bumi ini. Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami suatu Pra eksistensi, dimana ia memandang ide-ide. Plato berpendapat bahwa pada ketika itu tidak semua jiwa melihat hal yang sama, berdasarkan pendiriannya mengenai Pra Eksistensi jiwa, Plato merancang suatu teori tentang pengenalan. Bagi Plato pengenalan pada pokoknya tidak lain dari pada pengingatan akan  ide-ide yang telah dilihat pada waktu Pra Eksistensi itu,
  1. Bagian-bagian jiwa
Jiwa terdiri dari 3’’bagian’’. Kata “ bagian” ini harus dipahami sebagai “fungsi” , sebab Plato sama sekali tidak memaksudkan bahwa jiwa mempunyai keluasan yang dapat dibagi-bagi. Pendirian Plato tentang tiga fungsi jiwa tentu merupakan kemajuan besar dalam pandangan filsafat tentang manusia. Bagian pertama ialah bagian rasional ( to logistikon ). Bagian kedua ialah “bagian keberanian” (to thymoaeides). Dan bagian ketiga ialah “bagian keinginan” (to epithymetikon). “ bagian keberanian “ dapat dibandingkan dengan kehendak, sedangkan “ bagian keinginan” menunjukkan hawa nafsu.
Plato menghubungkan ketiga bagian jiwa masing-masing dengan salah satu keutamaan tertentu. Bagian keinginan mempunyai pengendalian diri ( sophorosyne ) sebagai keutamaan khusus. Untuk “ bagian keberanian” keutamaan yang spesifik (andreia). Dan “bagian rasional” dikaitkan dengan keutamaan kebijaksanaan (phronesis atau sophia).   
     Dikatakan bahwa karena hukum lah sehingga jiwa di penjarakan dalam tubuh. Secara mitologisnya kejadian ini diuraikan dengan pengibaratan jiwa adalah laksana sebuah kereta yang bersais (fungsi rasional), yang di tarik oleh dua kuda bersayap, yaitu kuda kebenaran, yang lari keatas, ke dunia ide, dan kuda keinginan atau nafsu, yang lari ke bawah, ke dunia gejala. Dalam tarik-menarik itu akhirnya nafsu lah yang menang, sehingga kereta itu jatuh ke dunia gejala dan dipenjarakanlah jiwa.
     Agar supaya jiwa dapat dilepaskan dari penjaranya, orang harus mendapatkan pengetahuan, yang menjadikan orang dapat melihat ide-ide, melihat ke atas. Jiwa yang di dalam ini berusaha mendapatkan pengetahuan itu kelak setelah orang mati, jiwa akan menikmati kebahagiaan melihat ide-ide, seperti yang telah dia alami sebelum dipenjarakan di dalam tubuh. Menurut Plato bahwa ada praeksistensi jiwa dan jiwa tidak dapat mati. Hidup di dunia bersifat sementara  saja, sekali pun demikian manusia begitu terpikat kepada dunia gejala yang dapat diamati, sehingga sukar baginya untuk naik ke dunia ide. Hanya orang yang benar-benar mau mengerahkan segala tenaganyalah yang akan berhasil. Dalam kenyataan hanya sedikit orang yang berhasil, karena masyarakat di sekitarnya tidak dapat mengerti perbuatan orang bijak yang mencari kebenaran dan berusaha keras untuk menahan orang bijak di dunia gejala ini.[3]  
     Dengan kenyataan masyarakat yang seperti itu maka Plato menguraikannya dalam sebuah mite, yaitu mite gua. Manusia dilukiskan sebagi orang-orang tawanan yang berderet di belenggu di tengah-tengah sebuah gua, dengan muka yang dihadapkan ke dinding gua, membelakangi lobang gua. Di belakang tawanan itu ada api unggun. Di antara api unggun dan para tawanan itu ada banyak budak yang lalu lalang kesana kemari sambil memikul beban yang berat. Bayangan mereka tampak pada dinding yang dilihat para tawanan tadi. Oleh karena para tawanan hidupnya hanya melihat bayangan yang ada pada dinding gua itu saja, maka mengira bahwa itu lah kenyataan hidup. Ketika seorang di lepaskan dari belenggunya dan diperkenankan melihat ke belakang, bahkan di luar gua, ia tahu, bahwa yang selam ini dilihat hanyalah bayangan di luar gua, bukan kenyataan hidup, dan bahwa kenyataan hidup jauh lebih indah daripada bayangan itu. Ia kembali menceritakan hal itu kepada teman-temannya para tawanan, akan tetapi mereka tidak mau mendengarkannya, bahkan orang itu di bunuhnya.
C. Ajaran tentang Negara
            Dikatakan dalam buku-buku yang menjelaskan tentang Plato, sebagian besar membahas tentang pemikiran-pemikiran Plato dibandingkan  sejarah beliau. Disamping Plato menjelaskan tentang ajaran-ajaran tentang ide dan jiwa, namun Plato juga mengeluarkan pemikiran yang berkaitan dengan ketata negaraan. Plato membahas tentang sebuah negara yang ideal yakni disebutkan bahwa puncak pemikiran Plato adalah pemikiran tentang negara, yang  tertera dalam bukunya polites dan nomoi. Pemikirannya tentang negara ini adalah untuk upaya memperbaiki keadaan negara yang telah rusak dan buruk.
            Di athena pada waktu itu memiliki suatu sistem negara yang buruk menurut Plato, sehingga mendorong beliau untuk membuat suatu konsep yang bisa memperbaiki konsep negara yang buruk itu. Konsepnya tentang negara yang dikeluarkan oleh Plato yakni konsep negara yang di dalamnya terkait etika dan teorinya tentang negara yang ideal. Konsep etika yang dikemukakan oleh Plato seperti halnya konsep etika yang dikeluarkan socrates gurunya sendiri, yakni tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudamonia atau well-being). Akan tetapi untuk hidup yang baik tidak mungkin dilakukan tanpa di dalam negara. Alasannya, karena manusia mempunyai kodrat yakni makhluk yang sosial dan di dalam polis (negara).  Sehingga untuk mendapatkan hidup yang baik harus di dalam negara yang baik. Dan sebaliknya, negara yang jelek atau buruk tidak mungkin menjadikan para warganya hidup dengan baik.
            Menurut Plato, untuk membangun sebuah negara yang ideal diperlukan sebuah konsep tentang negara yang baik. Menurutnya, negara yang ideal harus terdapat tiga golongan yang menjadi bagian terpenting dalam sebuah negara yakni:
  1. Golongan yang tertinggi, terdiri dari orang-orang yang memerintah yakni seorang filosof.
  2. Golongan pelengkap atau menengah yakni yang terdiri dari para prajurit, yang bertugas untuk menjaga keamanan negaradan menjaga ketaatan para warganya.
  3. Golongan terendah atau golongan rakyat biasa, yakni yang terdiri para petani, pedagang, tukang, yang bertugas untuk memikul ekonomi negara.
Gambaran Plato tentang negara di ilustrasikan dengan bagian tubuh manusia seperti di bawah ini:
Tubuh
Jiwa
Sifat
Negara
Kepala
Akal
Kebijaksanaan
Pemimpin
Dada
Kehendak
Keberanian
Pelengkap
Perut
Nafsu
Kesopanan
Pekerja
                                                              
      Plato menganalogikan sebuah negara yang dibangun dengan cara persis dengan tubuh manusia yang terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut, sedangkan negara mempunyai pemimpin, pembantu atau pelengkap, dan pekerja. Sebagaimana manusia yang hidup sehat dan selaras mempertahankan keseimbangan dan kesederhaan, begitu pun pada negara yang baik, yang ditandai dengan adanya kesadaran setiap orang akan tempat mereka masing-masing.
      Menurut Plato terciptanya negara yang baik tergantung pada siapa yang memerintah, jika akal yang memerintah sebagaimana kepala mengatur tubuh, maka filosoflah yang harus mengatur masyarakat, sehingga dia mengatakan bahwa negara yang baik tidak akan pernah ada apabila filosof belum menjadi pemimpin di negara tersebut.
            Sebuah negara haruslah memiliki bentuk pemrintahan yang sesuai dengan keadaan yang nyata. Apabila sebuah negara telah mempunyai undang-undang dasar, maka bentuk pemerintahan yang tepat adalah monarki. Yang terburuk adalah bentuk pemerintahan demokrasi. Sedangkan apabila suatu negara yang belum mempunyai undang-undang dasar, maka bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah demokrasi, dan yang paling buruk adalah monarki, konsep tentang negara ini tertera dalam politeia (tata negara).
3.1 Kesimpulan
Plato lahir pada tahun 427/428 SM di Athena. Plato merupakan murid kesayangan Socrates. Beliau dikenal sebagai bapak filsafat Barat, karena Beliaulah orang yang pertama kali membukukan pemikiran-pemikiran filsafat. Diantaranya: Phaidon, Symposion, Politeria, Phaidros, Republica Dll.
Diantara semua gagasan plato ada tiga gagasan yang paling terkenal yakni: Ajaran tentang ide, yang meliputi gagasannya tentang dualisme. Ajaran tentang Jiwa yang meliputi pembagian jiwa yakni Akal ( yang meliputi sifat kebijaksanaan ), kehendak (yang meliputi sifat keberanian), nafsu (yang meliputi sifat kesopanan). Ajaran tentang negara yakni yang mencakup tiga golongan. Yag pertama, Pemimpin (filosof), yang kedua yaitu pelengkap atau pembantu ( yang meliputi para prajurit yang bertugas untuk mengamankan negara. Yang ke tiga yaitu golongan pekerja ( yang meliputi rakyat biasa petani yang bertugas membantu jalannya Ekonomi Negara.
Daftar  Pustaka
K. Bertens “sejarah filsafat Yunani”, Yogyakarta: KANISIUS,1999
Hendrik jan papar. Pengantar Filsafat, Yoyakarta: KANISIUS, 1996
Gaarder Jostein. Dunia sophie, Bandung: PT Mizan purtaka, 2012
Lavine. Petualangan filsafat dari socrates ke Sartre.Yogyakarta: penerbit Jendela, 2002
Russell Bertrand. Sejarah filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Achmadi Asmoro. Filsafat umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2003
Hadiwijono Harun “sari sejarah filsafat barat” Yogyakarta, KANISIUS,1980


[1] K. Bertens “sejarah filsafat Yunani”, (Yogyakarta KANISIUS,1999). Hal. 130
[2] K. Bertens op.cit hal.132
[3] Harun Hadiwijono “sari sejarah filsafat barat” (Yogyakarta, KANISIUS,1980), hal. 42

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cabang-Cabang Ilmu Fiqih

Review Jurnal

Ru'yatullah