BAGAIMANA MASYARAKAT DESA MENGHADAPI TUNTUTAN PERUBAHAN GAYA HIDUP, AKIBAT PANDEMI ?
Oleh : Lutfi Aulia Ulfah
Virus
Corona terdeteksi pertama kali berada di Wuhan sekitar bulan Desember 2019,
lalu Indonesia mengkonfirmasi, adanya kasus positif Virus Corona pertama yang
menggejala di Indonseia adalah pada Senin, 2 Maret 2020. Berita tersebut
diumukan langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo. Pada saat itu Presiden
menyatakan ada dua orang yang positif terjangkit Virus Corona, yaitu perempuan
berusia 31 tahun dan ibu berusia 64 tahun
Kasus
pertama tersebut diduga berawal dari pertemuan perempuan 31 tahun dengan WN
Jepang yang masuk ke wilayah Indonesia. Pertemuan terjadi di sebuah klub dansa
di Jakarta pada 14 Februari.
Padahal
sebelumya, sejak Desember (kasus di Wuhan) sampai sebelum presiden mengumumkan
adanya Virus Corona di Indonesia, banyak guyonan di media sosial bahwa
Indonesia pasti sudah kebal dengan virus ini. Mengingat pola hidup masyarakat Indonesia
yang bisa dikatakan “santai” dengan kebersihan. Tapi guyonan ini dipatahkan.
Virus Corona masuk ke Indonesia, dan meningkat
dengan pesat. Per 6 November 2020 sudah
430 ribu jiwa terkonfirmasi positif Virus Corona, dengan penambahan kasus baru
yang sempat menginjak angka 4.800 jiwa pada tanggal 25 September 2020.
Sejak
saat itu pula pemerintah indonesia terus berupaya melakukan langkah-langkah
mitigatif dan penangann seoptiml mungkin agar virus ini tidak menyebar semakin
luas dan menambah korban jiwa. Beragam pilihan kebijakan ditempuh oleh
pemerintah Indonesia mulai dari
Physical
Distancing
Physical
distancing atau
pembatasan jarak fisik adalah upaya yang dilakukan untuk mengendalikan
penyebaran infeksi Virus Corona.
Saat
menjalani physical distancing, orng-orang diminta untuk tidak
bepergian ke tempat yang ramai, misalnya mall, restoran, pasar, serta gym atau
pusat kebugaran. Sebisa mungkin hindari juga transportasi umum lainnya yang
padat penumpang.
Dalam physical
distancing perlu juga membatasi
kontak langsung, seperti berjabat tangan, dan menjaga jarak aman minimal 1
meter ketika berinteraksi dengan orang lain, terlebih jika orang tersebut
sedang sakit atau berisiko tinggi terinfeksi virus Corona.
Dalam
prakteknya, physical distancing juga dapat dilakukan dengan
beberapa cara berikut ini:
- Jangan keluar rumah, kecuali untuk urusan penting, seperti membeli kebutuhan pokok atau
berobat ketika sakit.
- Sapa orang lain dengan lambaian tangan, bukan dengan berjabat tangan.
- Bekerja atau belajarlah dari rumah.
- Manfaatkan telepon genggam atau video call untuk
tetap terhubung dengan kerabat dan rekan kerja.
- Lakukan olahraga di rumah, tidak di pusat olahraga atau gym.
- Jika ingin berbelanja kebutuhan sehari-hari, lakukan di luar jam
sibuk.
- Minta kurir pengantar barang atau makanan untuk melakukan contactless
delivery (menerima pesanan tanpa
bertemu langsung dengan kurir) saat memesan makanan atau barang lainnya.
- Menunda mengunjungi orang lain atau mudik, terutama di bulan Ramdhan
menjelang idul fitri
- Menjaga jarak tempat duduk di lingkungan sekolah ataupun
kantor
Cuci
Tangan Pakai Sabun
Virus
corona merupakan kelompok virus yang menyerang saluran pernapasan. Virus ini
sebenarnya tidak bertahan lama di udara maupun permukaan benda, tapi kurangnya
kesadaran untuk menjaga kebersihan tangan bisa mendukung penyebarannya.
Oleh
karena itu, penting untuk mencuci tangan. Ini adalah cara paling sederhana
untuk mencegah virus corona semakin menyebar.
Jika
di sekitar tidak terdapat air, bisa menggunakan hand sanitizer yang mengandung
minimum 60-90% alkohol. Hand sanitizer dapat menjaga kebersihan tangan dan
mengurangi jumlah kuman, tapi ini mungkin tidak seefektif ketika mencuci tangan.
Pakai
Masker
Pada
awal-awal masa pandemi orang-orang yang sakit saja yang dianjurkan memakai
masker, tapi karena semakin lama jumlah peningkatan orang positif virus corona
semakin banyak maka sekarang setip orang, baik yang sakit maupun yang sehat
dianjurkan memakai masker setiap saat ketika akan bepergian. Tujuannya, jika
yang memakai masker adalah oraang yang sakit, agar orang sakit tersebut tidak
menularkan virus dan apabila orang tersebut sehat, memakai masker merupakan
sebuah pilihan berjaga-jaga agar tidak tertular, karena virus corona ini tak
kasat mata, yang artinya tak dapat dilihat dengan mata telanjang dan menularnya
melalui droplet (tetesan air liur)
Pembatasan
Sosial Bersekala Besar
PSBB
adalah singkatan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar, peraturan yang
diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam rangka Percepatan Penanganan
COVID-19 agar bisa segera dilaksanakan di berbagai daerah. Aturan PSBB tercatat
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020. Sekretaris Jenderal
Kementerian Kesehatan Oscar Primadi dalam keterangan tertulisnya mengatakan
PSBB melingkupi pembatasan sejumlah kegiatan penduduk tertentu dalam suatu
wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19. “Pembatasan tersebut meliputi
peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan
kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya,
pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait
aspek pertahanan dan keamanan,” kata dia. Kriteria wilayah yang menerapkan PSBB
adalah memiliki peningkatan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit COVID-19
secara signifikan dan cepat serta memiliki kaitan epidemiologis dengan kejadian
serupa di wilayah atau negara lain.
Lalu
bagaimana masyarakat desa beradaptasi dengan peraturan-peraturan baru ini ?
Desa
merupakan lingkungan hidup yang di tempati oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Desa juga identik dengan lingkungannya yang masih alami, sejuk dan warganya
yang selalu ramah tamah ke semua orang. Kemudian warga masyarakat di
desa tingkat kepedulian dan kekeluargaannya masih tinggi. Hal itu di buktikan dengan
adanya adat istiadat dan budayanya yang masih kental.
Beberapa adat istiadat dan budaya yang masih kental
dan masih di junjung tinggi oleh warga masyarakat di pedesaan adalah
silaturahmi saat idul fitri dan idul adha, serta kegiatan gotong royong. Lalu apa yang terjadi ketika Virus Corona ini
datang melewati masa-masa idul fitri,
idul adha dan kegiatan kemasyarakatan yang lain?
Kini jungkir balik tradisi tersebut terjadi
ketika Covid-19 menggejala. Gerakan hidup bersih menggema dimana-mana. Anjuran
hidup sehat yang bermula di kota-kota besar mulai ditangkap oleh masyarakat
desa, sebagai standar kesehatan baru. Seluruh desa membuat gerakan serupa,
dengan menyediakan wastafel dengan sabun atau menyemprot dinding-dinding atau
kaca yang selama ini terpinggirkan dari perhatian. Covid-19 merubah budaya
kekotoran menjadi lebih peduli terhadap kebersihan, meskipun agaknya hal itu
hanya sebatas hangat-hangat tai ayam dan hampir dapat dipastikan setelah Covid-19
berlalu, budaya bersih pun turut berlalu dan kembali dalam kebudayaan asal.
Akan tetapi setidaknya hal itu menunjukkan bahwa saat ini Covid-19 berhasil
memaksa masyarakat untuk hidup bersih meskipun sementara dan menjadikannya
budaya baru di tengah-tengah kehidupan masyarakat pedesaan.
Fenomena
macam itu juga tak luput terjadi di Desa
Karangkepoh, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali. Tradisi silaturahmi saat
idul fitri ditiadakan, para pemudik dari luar kota dikarantina, selalu rutin
melakukan penyemprotan disinfektan, Pendisiplinan yang Keras dari pemerintah
Desa terhadap pelanggar peraturan
Terlebih
saat Kasus positif pertama terjadi di
desa Gunungsari, tak ada yang menyangka bahwa akan ada warga yang positif
terjangkit virus corona. Diketahui kasus positif pertama berawal dari seorang
laki-laki berusai 40an yang ditelusuri
terjangkit akibat dirawat di rumah sakit karenaa kecelakan, tanpa disadar
ternyata dia terjangkit virus corona lalu menyebar di keluarga dekat. Sekali lagi karena virus ini tidak
terlihat, dan gejala-gejalanya sangat membingungkan menyebarlah virus ini ke
beberapa warga yang lainnya.
Masyarakat
bersusah payah mengingatkan diri akan kebijakan –kebijakan pemerintah tersebut,
banyak diselimuti ketegangan dan kecemasan, hingga ada beberapa konflik kecil
terjadi karena perbedaan paham antara yang terlalu khawatir dengan virus ini
dan yang tidak percaya akan adanya viris corona.
namun
sudah berbulan-bulan berlalu tidak ada tanda-tanda bahwa pandemi ini akan
segera membaik. Dan para warga yang positif sudah sehat kembali. Dari situ, masyarakat menjadi bosan dan lebih cenderung memaknai masa-masa dengan peraturan baru atau bisa
disebut new normal sebagai hal yang
sudah basi, karena sejauh itu
paham masyarakat berubah menjadi menunjukkan
bahwa tidak ada masalah hidup yang
berarti karena virus Corona ini.
Hal
apa yang dapat dilakukan dalam membantu masyarakat disiplin kembali
Menjadi
khawatir juga bukan sebuah solusi, tetapi tidak juga dengan menyepelekan.
Karean di luar sana masih menunjukan adanya korban jiwa. Jangan sampai sikap
masyarakat yang menganggap remeh malah menjadi “boomerang” bagi mereka
sendiri. Oleh karena itu dalam masa pengabdian KKN RDR 75 UIN Walisongo
Semarang ini, salah satu fokus kerjanya adalah Peduli Covid, dengan tujuan
untuk memutus penularannya. Dalam progam kerja-progam kerjanya para peserta KKN
RDR 75 UIN Walisngo, terus berupaya untuk mengedukasi para warga khususnya
masyarakat desa tentang protokol-protokol kesehatan Covid, Seprti mencuci
tangan, pakai masker, jaga jarak dan anjuran untuk dirumah saja.
Cuci
tangan dan memakai masker bukanlah suatu hal yang buruk untuk menjadi kebiasaan,
tidak dalam masa pandemi pun hal ini sangat membantu dalam mencegah penularan
penyakit lainnya, ingat bahwa 98% penyebaran kuman pada tubuh berasal dari
tangan, dan penularan virus atau kuman yang lainnya juga bisa melalui droplet
(cipratan air liur).
Lalu
peserta KKN RDR 75 UIN Walisongo juga banyak memberikan tips-tips agar banyak
orang yang betah untuk untuk di rumah saja seperti melakukan kegiatan seni,
berkebun, memasak hingga memberikan ide-ide untuk bisnis.
Komentar
Posting Komentar