Indonesia Butuh Lebih Banyak Penyuluh
Oleh : Lutfi Aulia Ulfah
Penyuluhan adalah turunan dari kata
exstension yang dipakai secara luas dan umum dalam bahasa Indonesia, penyuluhan
berasal dari kata dasar suluh yang berarti pemberi terang ditengah kegelapan.
Dalam bahasa Belanda penyuluhan disebut Voorlichting yang berarti memberi
penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya, dalam bahasa Inggris
dan jerman mengistilahkan penyuluhan sebagai pemberian saran atau beratung yang
berarti seseorang dapat memberikan petunjuk bagi seseorang tetapi seseorang
tersebut yang berhak untuk menentukan pilihannya (wikipedia)
Sedangkan Margono Slamet (2000)
menegaskan bahwa inti dari kegiatan penyuluhan adalah untuk memberdayakan
masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan
atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan.
.
Sebelumnya kegiatan penyuluhan hanya
populer dengan hal-hal yang berkaitan dengan pertanian dan keagamaan namun
perlu diketahui bahwa saat ini kegiatan penyuluh tidak hanya untuk memberikan
informasi kepada masyarakat tentang keagamaan ataupun pertanian, tetapi juga memberikan pemahaman terkait isu
radikalisme, LGBT, kenakalan remaja, narkoba, seks bebas, AIDS, dan masalah
lainnya baik moral maupun pengetahuan-pengetahuan baru.
Apa arti Kegitan Peyuluhan ?
Salah satu arti kegiatan penyuluhan
adalah sebagai Pendidikan non-formal
(luar-sekolah). Penyuluhan sebagai proses pendidikan atau proses belajar
diartikan bahwa, kegiatan penyebar-luasan informasi dan penjelasan yang
diberikan dapat merangsang terjadinya proses perubahan perilaku yang dilakukan
melalui proses pendidikan atau kegiatan belajar. Artinya, perubahan perilaku
yang terjadi/dilakukan oleh sasaran tersebut berlangsung melalui proses
belajar. Hal ini penting untuk dipahami, karena perubahan perilaku dapat
dilakukan melalui beragam cara, seperti: pembujukan, pemberian insentif/hadiah,
atau bahkan melalui kegiatan-kegiatan pemaksaan (baik melalui penciptaan
kondisi lingkungan fisik maupun social-ekonomi, maupun pemaksaan melalui aturan
dan ancaman-ancaman). Berbeda dengan
perubahan perilaku yang dilakukan bukan melalui pendidikan, perubahan
perilaku melalui proses belajar biasanya berlangsung lebih lambat, tetapi
perubahannya relatif lebih kekal. Perubahan seperti itu, baru akan meluntur
kembali, manakala ada pengganti atau sesuatu yang dapat menggantikannya, yang
memiliki keunggulan-keunggulan “baru” yang diyakininya memiliki manfaat lebih,
baik secara ekonomi maupun non-ekonomi. Lain halnya dengan perubahan perilaku
yang terjadi karena bujukan/hadiah atau pemaksaan, perubahan tersebut biasanya
dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat, tetapi lebih cepat pula
meluntur, yaitu jika bujukan/hadiah/pemaksaan tersebut dihentikan, berhenti
atau tidak mampu lagi melanggengkan kegiatannya.
Penyuluhan sebagai proses pendidikan,
dalam konsep “akademik” dapat mudah dimaklumi, tetapi dalam prektek kegiatan,
perlu dijelaskan lebih lanjut. Sebab pendidikan yang dimaksud di sini tidak
berlangsung vertikal yang lebih bersifat “menggurui” tetapi merupakan
pendidikan yang berlangsung horizontal dan lateral yang lebih bersifat
“partisipatif”. Dalam kaitan ini, keberhasilan penyuluhan tidak diukur dari
seberapa banyak ajaran yang disampaikan, tetapi seberapa jauh terjadi proses
belajar bersama yang dialogis, yang mampu menumbuhkan kesadaran (sikap),
pengetahuan, dan ketrampilan baru yang mampu mengubah perilaku
kelompok-sasarannya ke arah kegiatan dan kehidupan yang lebih menyejahterakan
setiap individu, keluarga, dan masyarakatnya. Jadi, pendidikan dalam penyuluhan
adalah proses belajar bersama.
Sebegitu penting dan berperannya
kegiatan penyuluhan bagi kehidupan, terutma bagi mereka yang tidak memiliki
kesempatan mngenyam pendidikan formal lebih tinggi. Maka penyuluhan lah salah
satu alternatif untuk mndapatkan beberapa ilmu-ilmu baru yang dapat digunakan
untuk membuat kualitas hidup lebih baik.
Orang yang berperan penting dalam
kegiatan penyuluhan disebut penyuluh, yaitu orang yang menyampaikan pesan-pesan
yang menjadi tujuan dari dilakukannya penyuluhan tersebut
Lalu bagaimana jika jumlah
penyuluh tidak cukup ideal di bandingkan
dengan jumlah masyarakat yang ada ?
Jawabanya adalah kegiatan penyuluhan
tersebut tidak menjadi efektif maupun efisien. Jika melakukan penyuluhan dengan
sasaran yang banyak misalkan 1 penyuluh untuk 200 orang maka transfer ilmu yang
dilakukan kemungkinannya sangat kecil untuk menjangkau seluruhnya. Tetapi jika
kegiatan dilakukan dengan peserta yang sedikit misalkan 1 penyuluh untuk 20 orang,
tentu transfer ilmu yang dilakuakan akan lebih menjangkau ke semuannya tetapi
jika hal tersebut dilakukan maka akan memakan waktu, tempat dan tenaga yang
lebih.
Solusinya adalah dengan menambah
jumlah penyuluh yang ada di Indonesia agar kebutuhan ilmu masyarakat dapat
terpenuhi secara efektif dan efisien. Idealnya di desa harus terdapat satu
penyuluh tetapi nyatanya hanya ada satu per kecamatan. Hal ini tentu saja
berbanding terbalik dengan kebutuhan yang ada
Kemana masyarakat akan mencari bantuan jika terdapat banyak masalah keagamaan, pertanian,
pembangunan hingga ekonomi di sekitarnya, jika tidak ada sumber daya yang
mumpuni untuk dimintai bantuan ?
Terutam bagi masyarakat desa yang
tingkat pendidikannya masih di bawah rata-rata, kehadiran penyuluh tentunya
akan sangat membantu untuk perubahan yang lebih baik. Oleh karena itu
diharapkan pemerintah dapat lebih memperhatikan kesejahteraan para penyuluh
agar banyak genersi-generasi muda menjadi lebih tertarik menjadi penyuluh. Dan jika
jumlah penyuluh di Indonesia menjadi tercukupi, maka diharapkan transfer ilmu
di kalangangan masyarakat terutama bagi mereka yang berpendidkan rendah menjadi
lebih lancar, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya
Komentar
Posting Komentar